Kajian Jum’at Malam Larangan Berzina, Membunuh dan Murtad

Kajian Jum’at Malam Larangan Berzina, Membunuh dan Murtad

Reporter: Rudi Hartono

Medan | Gerbang Indonesia – Ustadz Drs.Tukimin, MA, Dosen, dan juga pengurus di salah satu travel haji dalam kajian Jum’at malam bertempat di jalan Marelan IV, Pasar 3 Timur, Marelan, Medan berkesempatan mengisi tausiyah di Masjid Taqwa. Dalam tausiyahnya, beliau membuka kajian tentang Syarah Hadits Arbain karangan Imam besar An Nabawi, Ulama terkenal dari Indonesia yang menjadi rujukan umat Islam Dunia dalam mendalami ilmu Agama, Jum’at (11/12/2021).

Termaktub dalam kitab Syarah hadits Arbain, hadist 14; ” Dari Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu, dia berkata : Rasullullah Sallallahu’alihim bersabda : ” Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Sallallahu’alaihi Wassalam) adalah utusan Allah kecuali 3 sebab; orang tua yang berzina, membunuh orang lain dengan sengaja, dan meninggalkan Agamanya berpisah dari jamaah”. (Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim).

Ibnu Mas’ud adalah seorang pelayan Rasulullah Sallallahu’alaihi Wassalam sebelum Anas bin Malik. Beliau adalah seorang pengembala domba milik seorang kafir Quraisy. Ibnu Mas’ud termasuk orang ke lima yang pertama kali bersyahadat (Assabiqul Awwalun), lahir di Mekkah pada tahun 596 M, wafat pada tahun 653 M. Ibnu Mas’ud juga termasuk salah satu dari empat orang yang direkomendasikan Rasullullah untuk umat Islam menimba ilmu pada beliau khususnya dalam tilawah (membaca) Al-Qur’an yang sesuai dengan perintah Nabi Sallallahu’alaihi Wassalam.

Baca juga:  Demi untuk Dijadikan Kantor Kapolres, Kantor Satpol-PP Terpaksa Pindah

Zina Muhson, zina yang dilakukan oleh salah satu pasangan suami maupun istri yang sudah bercerai melakukan perselingkuhan (persetubuhan) dengan lawan jenis yang didapati (disaksikan) oleh 4 orang saksi. Jika hal ini dilakukan maka dalam hukum Islam menurut hadist ini wajib di hukum dengan dibenamkan bagian tubuh tersangka ke dalam tanah dari kaki sampai pinggang dengan posisi tangan terikat. Lalu orang-orang melempari mereka (pelaku) berdua dengan batu tanpa belas kasihan sampai mati (meninggal dunia). Hukuman ini disebut “rajam”.

Tapi jika diketahui seorang pelaku wanita dalam keadaan hamil melakukan zina Muhson, maka hukuman di tunda sampai melahirkan dan sampai masa nifas (waktu yang diberikan untuk seorang ibu sampai kondisi rahim dan kekuatannya pulih kembali) selesai. Pemberlakuan hukuman rajam juga menimbang sampai anak yang dilahirkan ada yang mengurus jika ibunya di rajam. Jika hanya ibunya yang tidak punya sanak saudara maka ada hukum lain yang dihadapinya selain rajam. Islam melarang membunuh jiwa yang tidak melakukan pelanggaran hukum Islam. Anak yang di kandung pelaku zina Muhson tidak boleh menanggung kesalahan ibunya.

Status anak yang lahir akibat perzinahan itu bernasabkan pada ibunya. Artinya anak itu kelak memakai bin dari nama ibunya. Seorang ayah biologis dari anak tidak bisa menjadi wali nikah walaupun sang ayah telah menikah dengan ibu si anak. Jadi hal ini harus diketahui umat Islam karena erat hubungannya dengan nasab dan waris. Begitu juga ayah sambung dengan status si ibu dalam keadaan hamil sangat dilarang memakai bin kepada ayah sambung karena dapat merusak nasab perwalian dan waris.

Baca juga:  Minggu Ketiga di Bulan November Sukses Perolehan Vaksinasi Massal, Desa Kauman dan Desa Losari Sukses Perolehan 80% Tercapai

Bagi yang belum menikah tetapi melakukan zina maka hukumnya berbeda baik laki-laki maupun perempuan. Hukumnya dicambuk 100 kali, di usir dari tempat dia bermukim. Dan disuruh bertobat kepada Allah atas perbuatannya. Jika wanita itu bersebadan dengan laki-laki yang sudah menikah maka si laki-laki itu yang di rajam. Perbuatan wanita yang belum menikah itu di sebut “ghairu Muhson”.

Orang yang membunuh orang lain yang muslim maka hukumannya di bunuh, nyawa ganti nyawa sengaja ataupun tidak sengaja kecuali dengan niat ataupun tidak, kecuali adanya pengampunan dari pihak keluarga korban. Jadi ada keringanan dalam hal ini jika pihak keluarga korban mengampuni perbuatan tersangka. Begitu juga bagian tubuh seorang muslim yang “hilang” akibat tindakan muslim lainnya, di ganti dengan bagian tubuh yang sama. Tindakan pemaafan dari pihak keluarga korban di bayar dengan jizyah (denda) sesuai dengan kesepakatan antara pelaku dengan keluarga korban.

Orang yang murtad (keluar dari kepercayaan agama Islam) itu otomatis menjadi kafir. Bagi seorang murtad yang telah dinasehati untuk kembali bertaubat dengan berbagai tahapan tidak juga bersedia masuk Islam maka layak di bunuh. Kafir yang memusuhi umat Islam dan selalu mencari dan menimbulkan permusuhan, wajib di bunuh. Misalnya seperti kasus Salman Rusdi di era 90-an yang menulis “Ayat-ayat Setan”. Sedangkan kafir yang lain yang tidak memusuhi Islam bahkan dalam perlindungan Islam, maka berlaku hukum membayar pajak demi perlindungan itu.

Baca juga:  Penuh Makna Kreativitas Pohon Natal Oleh Sang Seniman Jemaat Petra Camplong

Karena dalam Islam tidak ada paksaan dalam beragama dan Islam tidak pernah bermusuhan dengan keyakinan agama di luar Islam. Jadi, siapa saja yang bermukim dalam negara Islam harus di jaga dan di pelihara diri dan jiwa mereka bahkan keyakinan mereka terhadap agamanya tidak boleh di usik sepanjang diri pribadinya tidak mengganggu atau memusuhi hukum Islam yang telah diterapkan.

“Hukum Islam dalam hal tindak pidana sangat keras, hal ini bertujuan untuk mencegah dan melindungi jiwa manusia dalam hubungan antar manusia. Ada ancaman bagi siapa saja yang membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah. Tujuan hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian” pungkasnya.

Syukurlah bahwa negara Indonesia dalam bingkai NKRI telah mengakomodir hukum pidana sedemikian rupa sehingga hukum rajam, cambuk dan sebagainya yang menerapkan hukum Islam tidak berlaku di Indonesia kecuali wilayah yang menerapkan hukum istimewa seperti Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Dalam tausiyah ini dihadiri para jamaah anggota persyarikatan Muhammadiyah dan masyarakat sekitarnya. Pengajian ini rutin dilaksanakan setiap Jum’at malam ba’da Maghrib. (Rudi Hartono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *